"SHOLAT DHUHA"
Pelaksanaan Sholat Dhuha di MTs GUPPI 04 Bumiasih |
" SHOLAT DHUHA BERJAMAAH ADALAH SALAH SATU PROGRAM PEMBIASAAN IBADAH SUNNAH YANG DILAKSANAKAN SETIAP PAGI DI MTS GUPPI 04 BUMIASIH SEBELUM JAM BELAJAR TATAP MUKA DIMULAI DI KELAS SELURUH SISWA MAUPUN SISWI DIWAJIBKAN UNTUK MENGIKUTI KEGIATAN INI SETIAP HARI "
Sholat dhuha adalah sholat sunah yang di lakukan di waktu
dhuha (sekitar jam 7-11 pagi). Sholat dhuha dilakukan secara sendiri atau tidak
berjamaah (Munfarid).
TATA CARA SHOLAT DHUHA
Tata cara sholat dhuha hampir sama dengan sholat sunah pada
umumnya,
Ushallii sunnatadh-dhuhaa rak’ataini lillaahi ta’aalaa
Artinya: Aku niat shalat sunat dhuha dua rakaat, karena Allah.
Setelah membaca niat seperti yang telah tertulis diatas
kemudian membaca takbir,
Membaca doa Iftitah
Membaca surat al Fatihah
Membaca satu surat didalam Alquran. Afdholnya rakaat pertama
membaca surat Asy-Syam dan rakaat kedua surat Al Lail
Ruku’ dan membaca tasbih tiga kali
I’tidal dan membaca bacaannya
Sujud pertama dan membaca tasbih tiga kali
Duduk diantara dua sujud dan membaca bacaanya
Sujud kedua dan membaca tasbih tiga kali
Setelah rakaat pertama selesai, lakukan rakaat kedua
sebagaimana cara diatas, kemudian Tasyahhud akhir setelah selesai maka membaca
salam dua kali. Rakaat-rakaat selanjutnya dilakukan sama seperti contoh diatas.
Para Siswa sedang melaksanakan Sholat Dhuha |
JUMLAH RAKA'AT SHOLAT DHUHA
Sholat dhuha dilakukan dalam satuan dua rakaat satu kali
salam. Sementara itu untuk berapa jumlah maksimal sholat dhuha ada pendapat
yang berbeda dari para ulama, ada yang mengatakan maksimal 8 rakaat, ada yang
maksimal 12 rakaat, dan ada juga yang berbedapat tidak ada batasan.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai perbedaan pendapat
jumlah rakaat sholat dhuha silahkan simak penjelasan yang kami kutip dari
konsultasi syariah di bawah ini
Pertama, jumlah rakaat maksimal adalah delapan rakaat.
Pendapat ini dipilih oleh Madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Dalil yang
digunakan madzhab ini adalah hadis Umi Hani’ radhiallaahu ‘anha, bahwasanya
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memasuki rumahnya ketika fathu Mekah dan
Beliau shalat delapan rakaat. (HR. Bukhari, no.1176 dan Muslim, no.719).
Kedua, rakaat maksimal adalah 12 rakaat. Ini merupakan
pendapat Madzhab Hanafi, salah satu riwayat dari Imam Ahmad, dan pendapat lemah
dalam Madzhab Syafi’i. Pendapat ini berdalil dengan hadis Anas radhiallahu’anhu
من صلى الضحى ثنتي
عشرة ركعة بنى الله
له قصرا من ذهب
في الجنة
“Barangsiapa yang shalat dhuha 12 rakaat, Allah buatkan
baginya satu istana di surga.” Namun hadis ini termasuk hadis dhaif. Hadis ini
diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibn Majah, dan Al-Mundziri dalam Targhib wat
Tarhib. Tirmidzi mengatakan, “Hadis ini gharib (asing), tidak kami ketahui
kecuali dari jalur ini.” Hadis ini didhaifkan sejumlah ahli hadis, diantaranya
Al-Hafidz Ibn Hajar Al-Asqalani dalam At-Talkhis Al-Khabir (2: 20), dan Syaikh
Al-Albani dalam Al-Misykah (1: 293).
Ketiga, tidak ada batasan maksimal untuk shalat dhuha.
Pendapat ini yang dikuatkan oleh As-Suyuthi dalam Al-Hawi. Dalam kumpulan
fatwanya tersebut, Suyuthi mengatakan, “Tidak terdapat hadis yang membatasi
shalat dhuha dengan rakaat tertentu, sedangkan pendapat sebagian ulama
bahwasanya jumlah maksimal 12 rakaat adalah pendapat yang tidak memiliki
sandaran sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Hafidz Abul Fadl Ibn Hajar dan
yang lainnya.”. Beliau juga membawakan perkataan Al-Hafidz Al-’Iraqi dalam
Syarh Sunan Tirmidzi, “Saya tidak mengetahui seorangpun sahabat maupun tabi’in
yang membatasi shalat dhuha dengan 12 rakaat. Demikian pula, saya tidak
mengetahui seorangpun ulama madzhab kami (syafi’iyah) – yang membatasi jumlah
rakaat dhuha – yang ada hanyalah pendapat yang disebutkan oleh Ar-Ruyani dan
diikuti oleh Ar-Rafi’i dan ulama yang menukil perkataannya.”
Setelah menyebutkan pendapat sebagian ulama Syafi’iyah,
As-Suyuthy menyebutkan pendapat sebagian ulama malikiyah, yaitu Imam Al-Baaji
Al-Maliky dalam Syarh Al-Muwattha’ Imam Malik. Beliau mengatakan, “Shalat dhuha
bukanlah termasuk shalat yang rakaatnya dibatasi dengan bilangan tertentu yang
tidak boleh ditambahi atau dikurangi, namun shalat dhuha termasuk shalat sunnah
yang boleh dikerjakan semampunya.” (Al-Hawi lil fataawa, 1:66).
Para Siswi terlihat sangat khusu' saat Sholat Dhuha |
Jika dilihat dari dalil tentang shalat dhuha yang dilakukan
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam jumlah rakaat maksimal yang pernah beliau
lakukan adalah 12 rakaat. Hal ini ditegaskan oleh Al-’Iraqi dalam Syarh Sunan
Tirmidzi dan Al-’Aini dalam Umdatul Qori Syarh Shahih Bukhari. Al-Hafidz Al
‘Aini mengatakan, “Tidak adanya dalil –yang menyebutkan jumlah rakaat shalat
dhuha– lebih dari 12 rakaat, tidaklah menunjukkan terlarangnya untuk
menambahinya.” (Umdatul Qori, 11:423)
Setelah membawakan perselisihan tentang batasan maksimal
shalat dhuha, Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan,
“Pendapat yang benar adalah tidak ada batasan maksimal untuk
jumlah rakaat shalat dhuha karena:
Hadis Mu’adzah yang bertanya kepada Aisyah radhiallahu’anha,
“Apakah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam shalat dhuha?” Jawab Aisyah, “Ya,
empat rakaat dan beliau tambahi seseuai kehendak Allah.” (HR. Muslim, no. 719).
Misalnya ada orang shalat di waktu dhuha 40 rakaat maka semua ini bisa
dikatakan termasuk shalat dhuha.
Adapun pembatasan delapan rakaat sebagaimana disebutkan
dalam hadis tentang fathu Mekah dari Umi Hani’, maka dapat dibantah dengan dua
alasan: pertama, sebagian besar ulama menganggap shalatnya Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam ketika fathu Mekah bukan shalat dhuha namun shalat sunah
karena telah menaklukkan negeri kafir. Dan disunnahkan bagi pemimpin perang,
setelah berhasil menaklukkan negri kafir untuk shalat 8 rakaat sebagai bentuk
syukur kepada Allah. Kedua, jumlah rakaat yang disebutkan dalam hadis tidaklah
menunjukkan tidak disyariatkannya melakukan tambahan, karena kejadian Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam shalat delapan rakaat adalah peristiwa kasuistik
–kejadian yang sifatnya kebetulan– (As-Syarhul Mumthi’ ‘alaa Zadil Mustaqni’
2:54).
Semua Siswi MTs GUPPI 04 diwajibkan membawa mukena setiap hari |
Doa sholat dhuha
Do’a Shalat Dhuha Bahasa Arab :
Berikut ini merupakan bacaan doa sholat dhuha dalam bahasa
arab
اَللهُمَّ
اِنَّ الضُّحَآءَ ضُحَاءُكَ، وَالْبَهَاءَ بَهَاءُكَ، وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ، وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ، وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ، وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ. اَللهُمَّ اِنْ كَانَ رِزْقَى
فِى السَّمَآءِ فَأَنْزِلْهُ وَاِنْ كَانَ فِى
اْلاَرْضِ فَأَخْرِجْهُ وَاِنْ كَانَ مُعَسَّرًا
فَيَسِّرْهُ وَاِنْ كَانَ حَرَامًا
فَطَهِّرْهُ وَاِنْ كَانَ بَعِيْدًا
فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَاءِكَ وَبَهَاءِكَ
وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِىْ مَآاَتَيْتَ عِبَادَكَ
الصَّالِحِيْنَ
Do’a Shalat Dhuha Bahasa Indonesia
Sedangkan bagi yang belum bisa membaca tulisan Arab, bisa membaca
tekst latin di bawah ini
Allahumma innadh dhuha-a dhuha-uka, wal bahaa-a bahaa-uka,
wal jamaala jamaaluka, wal quwwata quwwatuka, wal qudrata qudratuka, wal
ishmata ishmatuka. Allahuma inkaana rizqi fis samma-i fa anzilhu, wa inkaana
fil ardhi fa-akhrijhu, wa inkaana mu’asaran fayassirhu, wainkaana haraaman
fathahhirhu, wa inkaana ba’idan fa qaribhu, bihaqqiduhaa-ika wa bahaaika, wa
jamaalika wa quwwatika wa qudratika, aatini maa ataita ‘ibadakash shalihin.
ARTINYA DO'A SHOLAT DHUHA
Di bawah ini merupakan arti dari bacaan sholat dhuha
“Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu,
keagungan adalah keagunan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah
kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, Ya Allah, apabila rezekiku berada di
atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah,
apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah
dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (Wahai Tuhanku), datangkanlah padaku
apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hambaMu yang soleh”.
Para siswa sedang mendengarkan Tausiyah dari Guru setelah pelaksanaan Sholat Dhuha |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar