Kultum juga didampingi oleh wali kali kelas masin-masing dengan tujuan untuk mengoreksi dan mengevaluasi segala hal yang kurang dari penyampaian siswa. Selain tujuan melatih keberanian kultum ini juga sebagai tujuan membekali siswa agar mampu berbicara didepan orang banyak saat mereka berada dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat lingkungan masing-masing dan tetap peka terhadap amar ma’ruf nahi munkar.. Program ini di gagas oleh waka kesiswaan dan pembina keagamaan dan disetujui serta direspon baik oleh Kepala Madrasah.
Tahapan dan Kunci Sukses
Kultum sebagai sarana komunikasi memiliki tiga unsur penting, yaitu: Pengirim (penceramah), Penerima (objek da’wah), Pesan (nasihat). Tahapan yang akan dilalui hendaknya mengingat 3 (tiga) unsur tersebut, diantaranya: Motivasi dari penceramah hendaknya mempunyai tujuan yang jelas disertai keyakinan kuat bahwa tujuan tersebut sangat penting. Kemudian hati penceramah mengungkapkannya sebelum lidah dan seluruh potensi dirinya mengutarakannya. Menentukan bentuk pesan (tema dan bentuk penyampaian).
Tema pesan disamping harus memperhatikan prioritas dalam agama, menggunakan dalil yang shohih juga diharapkan up to date. Tema yang up to date menuntut pengetahuan pembicara dalam dunia kontemporer atau minimal mengetahui kondisi realita umat, misalnya : Tema kesabaran menghadapi musibah banjir ketika banyak daerah kebanjiran, tetapi hal ini dapat dikaitkan dengan tauhid ketika umat justeru banyak meminta pertolongan pada sesembahan selain Allah Ta’ala (hal ini perlu untuk mengejar prioritas dalam berda’wah). Tema lain misalnya tentang pornografi yang saat ini sedang aktif dilawan pemerintah, tetapi dikaitkan dengan aqidah ahlussunnah waljama’ah, dimana salah satu bentuk ketaatan ahlussunnah waljama’ah adalah menta’ati pemerintah.
Bentuk penyampaian akan berbeda – beda sesuai dengan penerima dan lingkungan dihadapan kita. Apabila objek kita kalangan pemuda, tentu akan berbeda penyampaian dengan objek kalangan orang tua. Menghadapi para wanita akan berbeda dengan jama’ah laki – laki atau jama’ah yang majemuk. Berbeda pula antara kalangan mahasiswa dan kaum awam di perkampungan. Hal ini kadang menuntut keterampilan penceramah mempunyai wawasan dalam bidang yang sesuai dengan kondisi mad’u. Misalnya seorang penceramah terlebih dulu membaca sekilas (tidak perlu mendalam) tentang materi tentang dunia IT apabila mad’u (objek dakwah) yang dihadapi adalah kalangan insinyur. Merealisir bentuk pesan ke dalam praktek.
Praktek pertama adalah membuat kata pembuka yang menarik, maksudnya menarik perhatian dari jama’ah atau memberikan rangsangan dengan gerakan, atau kalimat lembut, atau kata atau teriakan / panggilan ataupun tujuan yang memang disukai oleh jama’ah. Kata pembuka disini maksudnya dilakukan setelah penceramah memberikan sambutan dengan dengan salam, pujian dan sholawat serta salam kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam (hal ini semua jarang sekali ditinggalakan para ulama ketika mereka memberikan ceramah/nasihat, kecuali pada kondisi yang memang tidak memungkinkan. Misalnya nasihat – nasihat pendek). Beberapa contoh kata pembuka: Ya ayyuhannas, wahai pemuda, jama’ah sekalian yang kami hormati / cintai, dst.
Praktek kedua kemudian menyambung kata pembuka dengan pesan – pesan yang menarik bagi jama’ah. Hal ini menuntut latihan secara terus – menerus, baik sendiri ataupun secara kelompok. Ada banyak teori praktek tentang hal ini, namun perlu diingat bahwa tujuan daripada penyampaian pesan ini adalah agar pesan kita dapat diterima dan dipahami oleh objek da’wah, sehingga sebaik – baik teori praktek adalah dengan praktek itu sendiri. Learning by doing! Kesuksesan besar dalam menyampaikan pesan secara umum atau mengisi kultum secara khusus adalah tidak lebih akan menggunakan sarana – sarana berikut ini: bahasa, Intonasi suara, rona wajah, gerakan tubuh, kemudian sarana – sarana eksternal.
Ada yang perlu diulang disini sebelum melangkah kepada sarana – sarana diatas, yaitu sebuah bab dalam shahih bukhari tentang bab al – ‘Ilmu Qobla Qoul wal ‘amal (Bab berilmu sebelum berkata dan beramal). Hal ini berarti berkata dan berbuat dalam Islam adalah setelah kita belajar, namun kalau kita balik maka faktor kesuksesan setelah belajar adalah berkata dan berbuat. Bukan begitu?.
|
Dalam Kegaiatan Kultum dan Khitobah siswa terlihat antusias mendengarkan
penceramah, kegiatan ini merpakan kegiatan rutin yang ada di MTs GUPPI 04 Bumiasih
|
Sarana Pertama Bahasa. Dilakukan dengan memilih kata – kata yang fasih dan melakukan pembicaraan yang jelas, sebagaimana al – Qur’an telah menyihir hati orang – orang Arab. Nabi shallallaahu’alaihi wasallam berkata artinya:
“sesungguhnya diantara penjelasan itu ada yang menyihir.” (inna minal bayani lasihran).
Setiap kita sudah seharusnya banyak menghafal al – Qur’an dan hadits Nabi shallaahu ‘alaihi wasalam untuk mendapatkan kefasihan dalam berceramah. Ada mungkin juga kita temui dalam keseharian beberapa ungkapan bagus yang perlu kita hafal, sehingga akan menambah perbendaharaan kalimat kita. Kita akan lebih sempurna apabila juga mengetahui beberapa terminologi – terminologi topik yang sedang dibicarakan dari para ahlinya (spesialis), sehingga orang akan percaya dan mudah menerima ceramah anda. Hal yang tidak kalah penting adalah memilih format bahasa yang sesuai dengan waktu yang diberikan. Tidak boleh terlalu singkat dan tidak lengkap, tetapi tidak terlalu panjang yang membosankan. Ketika kita berada pada tempat komunitas tertentu, hendaknya juga banyak mengutip dari tokoh – tokoh yang bisa diterima oleh komunitas tersebut. Ketahuilah setiap tempat mempunyai pembicaraan sendiri dan setiap kondisi mempunyai sarana yang berbeda dengan sarana untuk kondisi yang lain.
Sarana Kedua Intonasi Suara dan Bahasa Tubuh. Sarana ini merupakan sarana terpenting dalam penyampaian ceramah. Sejumlah penelitian di Inggris pada tahun 1970 M mengungkapkan bahwa pengaruh pembicaraan bagi orang lain dipengaruhi oleh kalimat sebesar 7 %, intonasi suara mempunyai pengaruh sebesar 38 %, dan bahasa tubuh lainnya (mata, wajah, tangan dan tubuh), mempunyai pengaruh sebesar 55 %. Ada beberapa catatan yang harus kita hindari tentang bahasa tubuh ketika kita menjadi penceramah, yang umumnya dilakukan tanpa sadar, misalnya: menggaruk – garuk kepala, memainkan benda – benda terdekat, menggoyang – goyang kaki, mata jelalatan dan sebagainya. Umumnya penceramah sukses mengarahkan pandangan mereka ke jama’ah, bersikap tenang dan tidak grogi, menggerakkan tangan mereka sesuai tema yang sedang dibahas, membuat mimik wajah yang semuanya mengarah pada upaya mengarahkan jama’ah pada upaya mempengaruhi mereka agar sesuai dengan tujuan materi.
Langkah Awal Pengembangan diri!
- Mendengar dan memperhatikan ceramah orang – orang terkenal, kemudian menirunya dan selanjutnya mencari cara khusus bagi kita setelah itu
- Meminta salah seorang disekitar kita untuk merekam kultum kita tanpa sepengetahuan kita, kemudian dengarkan kultum tersebut dan kritiklah gaya bicara kita serta meinta orang lain meluruskannya
- Setelah kita beberapa kali naik mimbar, tulislah catatan – catatan tentang pembicaraan tersebut dan tinggalkan catatan tersebut di ceramah kita di masa yang akan datang.
Disarikan dari: Barometer Muslim Manajemen Hidup Sukses, Daru Falah Agar Nasihat dapat diterima, Pustaka Ibnu Katsir Dan beberapa buku lainnya. (asw)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar